Sabtu, 01 Januari 2011

RASA (IRFANHakikat Kehidupan)

RASA (IRFAN Hakikat Kehidupan)

Oleh thoriqohalfisbuqi
UNTUK KESEKIAN KALINYA SAYA MOHON MAAF ATAS URAIAN YANG MBELING INI ( TIDAK TERATUR DAN NGEYEL ) *Jangan debatable ya, maklum mbeling*

Manakala kita membaca kitab Al Hikam karangan Syekh Ibnu Atho’illah

Al Askandary, kita bingung sekali, wong sepertinya jelas tapi gak

ngerti-ngerti, apakah ilmu kita gak mumpuni
alias gak nyampe ?
Semua itu salah besar, bukannya gak mumpuni or gak nyampe alias gak nyambung, akan tetapi “Pengertian / isi” kitab itu belum menjadi ilmu dalam diri, sehingga ga bisa nyambung…..
Nah kalo begitu, pasti ada caranya supaya Pengertian / Isi itu menjadi sebuah ilmu iya tho !
Bentul sekali, justru itulah bagaimana membuat Pengertian menjadi ilmu, kuncinya ada di “RASA”, Pengertian baru bias menjadi ilmu setelah didapat ‘RASA’nya.
Lho koq di RASA ? Maksudnya…
Begini, langsung contoh aja ya, mudah-mudahan bisa lebih gampang, sebab memang tidak mudah buat ngejelasin hal ini.
Sekarang ane mo Tanya nih, tau gak yang namanya mesin jahit ?

tentunya tau dong…
bisa ngejahit ?..He..he..katakanlah orang awam soal jahit menjahit, trus membaca buku soal jahit menjahit, pertama-tama bingung gak ? Ya bingung tenan…lho gimana agar supaya ga bingung terus.., yo latihan, praktek opo ikutan kursus jahit to..,setelah ikut kursus, praktek gimana..? Mestine paham urusan ngejahit, ra bingung lagi.., kenapa ga bingung ? Kenapa bisa paham ?
Senajan wis ngert ilmune’…Kenapa dibilang sudah ngerti ilmunya..karena sudah tahu ‘RASA’ nya menjahit…itulah yang namanya ‘RASA’.
“Pengertian/Isi” apapun baru bergeser nilainya menjadi ilmu setelah ditempeli ‘RASA’nya alias ‘RUH’ nya, tanpa itu, Pengertian Cuma sekedar kisah atau Cuma dalil-dalil saja, yah cuma teori doang kata orang-orang sih, nah pahamilah bahwa segala teori bukanlah sejati ilmunya, teori apapun itu…
*Resapilah, teori bukan sejatinya ilmu, teori adalah pengertian, kisah, atau dalil-dalil yang masih
harus dicari ‘RASA’nya untuk bisa berubah menjadi ilmu, setelah didapat, barulah sifat
‘kesemuan’ teori menjadi ‘kesejatian’ ilmu bagi yang berhasil mendapatkan ‘RASA’ nya. Bagi
yang tidak dapat ‘RASA’ nya, teori tetap saja sekedar teori, setingkat dongeng*

Kenapa ‘RASA’ bisa dialiaskan ‘RUH’ ?
Sampeyan itu bisa dikatakan hidup karena ada apanya ?..’RUH’nya, nah kalau Pengertian bisa dihidupkan dengan apa…?..’RASA’ nya iya toooo.

Aku suka rokok, kiayi-kiayi ku sing khos juga suka (wah mati aku kalo didebat soal iki),
Apa sih hukumnya roko…? Yang saya tau sih makruh..ada yang bilang mubah,..bahkan,,haram..
Beliau bilang, ya kalo kata hakikat ya tergantung… Tergantung..? (mumet deh)
“Kalau merokoknya bisa jadi zikir..” ( eeeladalah…) bukan saja merokoknya, ya asapnya, ya apinya, ya sedotannya, ya hembusannya…semua berzikir..*beliau tertawa…
Alloh berfirman : “Semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepada ALLOH” semua bertasbih, semua memuji Nya, semua berarti mencakup segalanya, tanpa kecuali…sampeyan itu keterlaluan kalau berada ditengah lautan tasbih(semuanya kan bertasbih) masih saja ga bisa ingat, lha wong zikir itu ingat kepada Nya, iya le’..Allohu Akbar,
Beliau masih membicarakan seputar pengertian, dalil, kabar, katanya ustaz, katanya Qur’an, harus dikejar ‘RASA’nya itu, jangan berhenti hanya sampai disitu, katanya..katanya..
Kalau mengenai dalil, seluruh isi Al-Qur’an itu benar, habis perkara, titik tidak usah diperdebatkan, sekarang masalahnya di ‘RASA’, bisa tidak kita me’RASA’kan nya ?
Kalau Cuma ngomong semua bertasbih kepada Alloh, semua memuji Alloh,
anak kecil juga tau, apa sih susahnya, tinggal nyebut doang..
Coba omongkan dengan sepenuh ‘RASA’ kebenarannya, bisa tidak…?
Sebab tanpa itu, bohong hukumnya bagi yang mengucapkannya,
walau yang diucapkan adalah Firman Alloh Yang Maha Benar.
Jika tanpa ‘RASA’nya maka dalil Maha Benar pun akan berhukum bohong bagi yang mengucapkannya, karena tidak tau ‘RASA’ kebenarannya.
‘RASA’ itu hakikatnya ghoib, sama seperti RUH, hakikat itu merupakan kesejatian yang selalu berada dalam kerangka kebenaran, jadi ‘RASA’ hakikatnya ghoib itu bermakna bahwa sejatinya ‘RASA’ adalah adalah ghoib, beliau mengungkapkan dalam kerangka kebenaran yang diyakininya, gampangnya..hakikat adalah kebenaran..,yang benar pastilah sejati..
Hakikat manusia adalah ruh nya, berarti..sejati manusia adalah ruh kalo sudah dapat ‘RASA’nya.
(*Pusing..pusing..aku pusing..tidak mudah mencerna hal ini*)

Sekarang temannya roko, ya kopi lah.., lalu dimana adanya ‘RASA’ kopi,…di lidah..?
Coba kang mase’ lan mbae’ cari di lidah..ada gak..? ya mboten nenten ga pake santen to / ga ada
Memang sih terasa di lidah, tapi tidak ada ‘RASA’ kopi nempel di lidah, mungkin di hati (aku nyeletuk), ya cari deh di hati, belah deh hatimu..he..he..
Inilah rahasia “IRFAN”, hakikat Ilahiyyah, ga bisa sembarangan di buka, harus mempunyai ‘MURSYID’ orang yang menuntun jalan, ya masuklah ke salah satu Thoriqoh…
Kalau ingin mengetahui dimana adanya segala ‘RASA’, segala ‘AKAL’, segala ‘ILMU’,
segala yang nyata maupun yang ghoib harus ber”BAI’AT” dulu, harus bersumpah suci dahulu.

“BAI’AT” adalah sumpah suci kepada ALLOH yang Maha Tunggal, bukan kepada yang lain, tidak ada bai’at kepada makhluk, bai’at sepenuhnya hak Alloh, bukan hak makhluk.
Sayang, manusia setan banyak bertebaran, mereka memanfaatkan bai’at untuk kepentingan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan ketuhanan.
Orang dibai’at untuk patuh mutlak kepada pimpinan atau ketuanya, gombal, jelas itu kerjaannya nafsu, lalu orang awam yang berbai’at itu pun memandang ketuanya setingkat tuhan, bahkan lebih agung, apapun maunya setan gundul itu dipatuhi tanpa mata, tanpa hati dan tanpa ilmu.
Bertopeng dalil-dalil agama yang bahkan masih berupa Pengertian sempit baginya, membunuh tanpa alasan pun tidak jadi persoalan, bom meledak, pistol menyalak, golok terayun, darah tumpah tanpa makna dimana-mana….

“BAI’AT adalah sumpah suci hanya kepada ALLOH yang Tunggal, bukan kepada MURSYID, bukan pula kepada yang lain, MURSYID hanyalah syari’at saja, hakikat nya langsung hanya kepada ALLOH.
Setiap pembimbing spiritual sejati (Mursyid) akan memberitahukan sebuah jalan, dia akan menuntun dan membimbing para muridnya berjalan melintasi jalan itu. (Jalan opo abah ?)
Jalan yang harus ditempuh untuk menuju kepada Nya, Thoriqoh kalau bahasa arabnya, ne’ dikita namanya tarekat.
Bukan Mursyid kalau dia tidak tahu jalan, harus sudah jadi ilmu , bukan dalil nya saja, artinya dia sang Mursyid juga harus sudah menempuh jalan itu, ya katakanlah sudah berjumpa dengan Sang Mutlak, baru boleh mengajarkannya kepada manusia lain, itupun kalau diberi haknya oleh Yang Maha Haq, jangan gegabah, kalau sekedar teori atau dalilnya saja banyak yang tahu, baru baca buku atau mendengar cerita orang, terus ngecap kemana-mana, nah pas ditanya soal ‘RASA’, memble..ha..ha.., masak ngaku ma’rifat tapi masih lupa kepada Alloh, hukumnya disini bohong kenal atau ma’rifat tanpa istiqomah ingat (Zikrulloh), ingatan yang langgeng, sedetik saja masih punya lupa kepada Alloh, abah tegaskan, bohong kalau dia mengaku Mursyid.

(Aku nyeletuk) Abah bagaimana orang awam bisa tahu kalau seseorang itu Mursyid Sejati atau cuma seorang pembual ?
Memang tidak mudah, yang jelas, sejati ketemu sejati, semu ketemu semu, jin sama jin, setan sama setan, wali sama wali, Alloh Maha Tahu…Dia yang akan membimbing seorang hamba yang memang mencari Kesejatian kearah Kesejatian, syariatnya tergantung niat hakiki sipencari.
Tapi kalau jeli, masih bisa dilihat cirinya, perhatikan Mursyid itu masih terikat dengan urusan duniawi tidak ? cinta dunia tidak ? kalau masih sibuk mengumpulkan harta, berlomba mengejar tahta dan rebut soal perempuan, maka jelas dia itu palsu, pembohong bin pembual he..he…
Banyak sekali saat ini jika kita akan masuk suatu thoriqoh pake uang pendaftaran sekian, bulanan sekian, buat seragam sekian, untuk kegiatan bai’at sekian, ya opo iki wasalam.
Seperti orang mau masuk kuliah saja, dan ada lagi yang mengharuskan pembayaran zakat mesti ke thoriqoh tersebut,….walah edan tenan..
Wis, lanjut yo..bagi Mursyid Sejati, jangankan dunia, akhiratpun tidak lagi dihiraukan, neraka dan syorga dicuekin, maunya hanya kepada Alloh Yang Maha Sejati. Yang lain..lewat..yah hanya sekedar mainan senda gurau saja didunia ini.
(Nyeletuk lagi) Jadi ga boleh kaya dong..?
Hus..siapa bilang ga boleh kaya, Mursyid Sejati banyak juga yang kaya lho..tapi mereka tidak terikat dengan kekayaanya, tidak cinta, harta dunia itu mau datang atau mau pergi yo monggo wae..ga ribut..ne’ takdirnya sugih yo sugih, embuh dia muslim, kafir, ateis sekalipun, sufi atau bukan…takdire’ sugih yo sugih..ga usah khawatir, kalau memang ada syariatnya untuk menjadi kaya, silahkan..bagus itu, bisa nyumbang banyak buat masyarakat, tapi pahamilah bukan juga harus jadi miskin, sebab ZUHUD adanya dihati, bukan diharta, orang miskin sombong juga banyak, sudah miskin, jauh pula dari Ilahi..
Kalau misalnya Alloh berkehendak seorang kekasih Nya menjadi bupati atau presiden sekalian, emangnya kenapa..? gak boleh.., ga sudi.., yo gampang itu, tinggal KUN …! Bubar sejagat alam.
Apalagi timbang jadi presiden, he..he..nah ini lebih seru, soal awewe, perempuan, ya terserah Alloh juga, kalau DIA berkenan memberi dua orang isteri kepada sampeyan, memangnya ga boleh..?suka-suka yang punya dong, memangnya kita siapa berhak protes ?
Baginda Rosul pun beristri lebih dari satu, Cuma…, ada cumanya nih..harus dengan ilmunya, jangan dalilnya doang yang hafal luar kepala. Itu yang suka kawin, coba tanya hati nurani, waktu niat mau kawin lagi, ingatnya sama Alloh atau sama Hawa Nafsu ? Kalau memang sejati dirinya lebur pada Ilahi, lanjutkan saja, jangan ragu. Tapi kalau ingatannya hanya kepada nafsu, hati-hati
..setan nyelip disitu, semuanya setan malah, walaupun tidak terasa, jangan berlindung dibalik Sunnah Rosul, sebab nafsu rendah begitu tidak pantas disandingkan dengan Sunnah Rosul.

Banyak orang yang tahu tentang Rukun Islam dan Rukun Iman, tapi jarang sekali yang paham mengenai Rukun Agama dan Rukun Ilmu, tahu pun tidak…? (nah lho mbeling khan…)
Rukun Agama adalah syari’at, tarekat, hakikat, makrifat. Kalau Rukun Ilmu, iman tauhid, makrifat, islam, nah coba sampeyan perhatikan, diantara syariat dan hakikat ada tarekat, ada jalan penghubung. Syari’at awalnya, lalu melintasi jalan itu mencari hakikat, barulah kemudian mencapai makrifat, atas kehendak Nya. *Makrifat itu apa bah ? (biasa celetukan)
‘Mengenal Alloh’ tapi makrifat tidak sesederhana itu, mengenal Alloh tidak sama dengan mengenal makhluk, jangan pernah disamakan ya…Martabat Alloh adalah Zat laisa kamislihi syai’un, Zat Maha Suci yang tidak serupa dengan apapun, bagaimana..? bisa dipahami..?
*mbuh..* Bisa, kejar dengan ‘RASA’, kejar dengan Kesejatian, jangan dicari pakai logika atau akal, nanti jadi akal-akalan, penuh dengan khayalan, Alloh itu Maha Nyata, akal itu cupet, cenderung menipu, kalau ‘RASA’ tidak, ‘RASA’ selalu jujur walau harus bertentangan dengan kecupetan akal. Lagi pula memang sudah dari sananya akal manusia tidak sanggup menembus Hakikat Makrifat..
Alloh juga bermartabat Nuurun ala Nuurin, Cahaya diatas Cahaya, sama seperti tadi jangan berani membayangkan Nuurulloh atau Cahaya Alloh serupa dengan cahaya makhluk, cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu atau cahaya kunang-kunang misalnya.
Jangan!, sangat terlarang itu, segalanya ini adalah Cahaya Alloh, bahkan gelapnya malam, awas bukan secercah cahaya digelapnya malam lho..tapi gelapnya malam itu sendiri Cahaya Alloh.
Nuurun ala Nuurin, Cahaya diatas Cahaya, Cahaya yang bertingkat-tingkat..(nelongso aku)

Sekarang coba perhatikan Rukun Ilmu, iman tauhid, makrifat, islam. Tuh..Islamnya dibelakang setelah dapat iman tauhid dan makrifat, gimana ini…? Padahal pada umumnya kita sudah merasa islam walau belum makrifat, he..he..itu sih islam turunan..gara-gara orang tuanya islam, terus sejak lahir dia pun dianggap islam, islam akal-akalan.., islam dalil, kelakuane’ sama sekali tidak bertapak islam. (kemeringet aku, duh katiwasan kulo)
“Awalud diini Makrifatulloh” Awal beragama adalah mengenal Alloh, makrifat dulu, kenal Alloh dulu, baru bisa mulai dihitung beragama, kalau tidak mengenal Alloh, tidak tahu yang disembah, lalu nyembah apa..?
Iki dalile’ : “Tiada lain segala yang kamu puja-puja disamping Alloh itu, hanyalah beberapa nama yang disebut sebagai tuhan, baik olehmu maupun oleh nenek moyangmu…! Silahkan sampeyan lihat di Qur’an surat Yusuf ayat empat puluh. (QS. 12,40) Pahami kata ‘Allah’ adalah asma atau nama, jangan sembah nama, tapi sembahlah Dia yang punya nama Alloh itu, siapa..?
Zat laisa kamislihi syai’un atau Nuurun ala Nuurin tadi, emangnya Alloh hanya sekedar huruf Alif Lam lam Ha…? ( ngabuleng, melongo…pusing )
Gimana mas..? sudah mulai berat..? * wuih berat buanget..tapi saya masih mau bertanya, misalkan, misalkan saya sajalah contohnya biar gampang, mau mengenal Alloh, mau ketemu sama Alloh…apa bisa..? Kan saya sendiri belum pernah ketemu sama Alloh, bagaimana saya bisa tahu kalau Dia adalah Alloh…?
It’s good question, (aku ga ngerti kalo Mursyidku itu bisa 4 bahasa dan arab dgn berbagai dialek)
sekarang abah mau balik nanya, memangnya sampeyan belum pernah berjumpa dengan Alloh ?
‘* Ya, belumlah bah..” Mosok sih..
Yo wis, coba sampeyan perhatikan ini, saat para manusia masih sejati, masih dialam ruh, sebelum ditiupkan kedalam jasad masing-masing, Alloh bertanya kepada mereka “Bukankah Aku Tuhanmu ? maka kita para sejati manusia menjawab lantang tanpa ragu-ragu, “Benar, kami bersaksi” الست بربكم قالوا بلى شهدنا Al A’roof ayat 172 ( QS. 7;172 )
Apa artinya ini..? Bukankah berarti bahwa setiap manusia hakikatnya sudah pernah bertemu dengan Alloh, dulu saat masih sejati, saat masih murni, saat masih suci, saat masih ruh.
‘* Tapi,..kenapa ko sekarang saya tidak ingat hal itu…?
He..he..karena, oh karena..(seperti lagu Rhoma, sambil mesem) Kita tidak suci lagi sekarang, harus kembali suci murni dulu untuk bisa merasakan itu lagi, kembali ke sejati manusia.
‘* Kembali jadi ruh ? harus mati dulu maksudnya, bah ?
Ha..ha..ha..sampeyan iku…Alloh itu Huwal awalu wal akhiru, tidak berawalan dan tidak berakhiran, memangnya sekarang, ditengah-tengah, Dia tidak ada ? Ya tetap ada dong..pergi kemana sih ko gak ada…? * Jadi gak harus mati dulu, bah..? katanya nanti di surga baru bisa ketemu Alloh ? Alloh itu juga Ya Zhoohiru Ya Baathinu..Maha Nyata sekaligus Maha Ghoib, Alloh kemarin-kemarin ada, sekarang ada, besok juga tetap ada, kenapa harus tunggu nanti..?
Sekarang juga bisa kalau mau.., bagus kalau nanti masuk surga, lha kalau nyangkut ke neraka gimana ? boro-boro ketemu Alloh, ketemu iblis iya.., mana digebukin terus sama malaikat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar